Sepeda dan Hoodie Biru Muda

 

          Hai, selamat pagi manusia. Kali ini gue mau menceritakan tentang orang yang pernah gue taksir waktu gue duduk di bangku putih abu-abu. Enam tahun yang lalu, atau bisa saja lima tahun yang lalu. Ini bisa dibilang bukan moment ter-wattpad yang endingnya bahagia. Masa-masa SMA kala itu, gue suka sama salah satu cowok, yang mana dia menyukai basket. Dia seangkatan sama gue, tapi beda jurusan. Dia jurusan yang berhubungan dengan literature. Dan saat itu gue jurusan yang berhubungan dengan sains. Praktikum. Berbeda bukan. Iya, berbeda. Namun, perasaan itu muncul secara tiba-tiba. Tidak terduga.

            Selain jago main bola basket, dia senang sekali ke sekolah dengan mengendarai sepeda. Sudah seperti tokoh-tokoh cowok di anime ya? Iya. Lagipula, memang jarak rumah dia ke sekolah dekat sih, Makanya, kendaraan dia hanya sepeda. Mungkin. Asumsi belaka yang ada di pikiran aku. Pernah sekali aku melihat punggung itu, punggung dia menggunakan jaket biru muda, headset yang terpasang di kedua telinganya, dan kendaraan yang ia kendarai, si sepeda yang selalu menemaninya, dimana saat itu aku sedang duduk di halte sendirian menunggu angkot biru muda.

            Ngomong-ngomong tentang dia, sebelum gue kenal dia. Awalnya memang karena gue pernah se-ekstrakulikuler bareng sama dia. Hanya beberapa hari ikut kegiatan itu. Karena perekrutan anggota anak kelas yang seangkatan sama kami cuma sedikit, yaitu gue, dia dan temen perempuan dia. Akhirnya, kita bertiga keluar dari ekstrakulikuler itu, dan memilih ekstrakulikuler masing-masing yang di suka. Gue memilih ikut ektrakulikuler PMR karena ajakan dari temen gue, kesenian sama pramuka. Ikut kesenian karena melihat demo ekstrakulikuler tersebut keren, dan ikut pramuka karena memang wajib. Alhasil bertahan cuma di kegiatan kesenian sama pramuka aja. Ketika itu, ekstrakulikuler PMR tiba-tiba tidak berjalan lagi sebagaimana mestinya. Tidak begitu aktif lagi kegiatannya. Karena sebenarnya itu masih jadi bagian dari organisasi PMR. Mungkin hanya sebagai program kerjanya saja, atau yang mungkin ekstrakulikuler PMR itu “yang penting terlaksana” walaupun sebentar. Gue pun tidak mengerti. Kalau dia, sejauh pengamatan yang gue lihat, gue taunya dia ikut ekstrakulikuler basket, sama patroli keamanan siswa (PKS) dan pramuka. Tetapi, dia bisa seimbang mengikuti ektstrakulikuler tersebut.

            Gue cukup lama juga suka dia secara diam-diam. Tanpa ada seorang pun yang tahu. Pernah si waktu kelas 10, gue dulu minta pin BB dia ke temen dia, mencoba untuk kirim pesan lewat chat. Basa-basi ke dia pake BBM Messenger versi Android. Eh, ga kontekan lagi. Tiba-tiba di Aplikasi LINE ada grup seangkatan juga, seangkatan dari berbagai jurusan. Gue pernah nyari nama dia, dan gue add dia. Langsung di add balik, tapi gue ga berani chat. Hanya sebatas saling add doang. Miris sekali. WKWKWK. Pokoknya siklusnya biasa-biasa saja. Jarang chat, jarang nyapa. Gue cuma jadi pengagum rahasia aja.

            Gue add akun dia di FB, gue sampai stalking dia di sana. Dia menyukai gambar, dan membuat gambar versi digital. Lebih tepatnya, ilustrasi. Dia juga suka baca komik di Line Webtoon. Dia anak ketiga dari 4 bersaudara. Hafal benar.

            Waktu gue kelas 11, gue sama dia pernah saling berpapasan dalam satu waktu yang sama. Dia mungkin udah lupa sama gue. Diem-diem tidak jelas. Lewat. Tidak menyapa. Ketika pagi itu, dia mau ke depan gerbang sekolah, karena dia kan bagian dari patroli keamanan siswa yang tugasnya memeriksa atribut siswa seperti siswa yang memakai kaos kaki warna warni, sepatu warna warni, siswa yang tidak menggunakan dasi, atau siswi yang tidak memakai ciput, dan lain sebagainya. Lalu, gue yang mau menuju ke kelas gue. Kelas 11 gue dulu, tempatnya di lantai bawah dekat dengan lokasi perpustakaan berada dan laboratorium IPA. Kelas dia berada di lantai atas posisinya berderetan dengan kelas keagamaan.

            Singkat cerita, kelas 12. Gue tetep setia bener ya, jadi pengagum rahasia dia. Gue pernah keceplosan ngasih tau ke beberapa temen perempuan kelas gue kalau gue seneng sama dia ini. Sampai ketika praktek seni budaya[1], nampilin dua lagu. Satu lagu khusus untuk pelepasan. Satu lagu lagi, masing-masing kelompok dengan lagu yang berbeda dan khas dari negara masing-masing yang di pilih oleh kelompok tersebut.

            Saat itu, kelas gue sama kelas dia dan anak kelas lain menampilkan lagu khusus untuk pelepasan di tempat yang khusus juga. Pendopo mungkin. Gue lupa nama tempatnya apa. Setelah selesai penampilan kelas gue dan semua kelas lainnya, ada sesi foto gitu kan, sesi foto sama guru dan berbagai kelas. Gue tuh merhatiin dia sama temen-temennya lagi beresin kursi juga, gue nyeletuk sampai terdengar sama temen perempuan kelas gue,

“Pengen deh foto bareng sama dia” kata gue.

Kemudian, temen-temen gue pada bilang gini, “Yaudah sana foto, apa mau ditemenin buat minta foto sama dia” “Iya, sana foto aja”.

Gue bilang “Ga deh, malu banget”.

            Temen-temen gue berusaha buat gue tuh ga malu. Beraniin diri gitu. Tapi, tetep aja gue gamau. Alhasil, gue gajadi foto bareng sama dia, karena gue itu pemalu, dan emang gue jadi pemeran pembantu yang cuma bisanya ngamatin dia dari kejauhan. Eh iya, for your information dia itu juga ga begitu famous, dia biasa aja, tapi menurut gue dia itu menarik.

            Lanjut nih yaa, pokoknya masa-masa ujian praktek, ujian nasional, try out, ujian madrasah, dan pelepasan beres (gue juga ga foto bareng sama dia). Akhirnya, gue ngakuin perasaan gue ke dia lewat dm instagram setelah kelulusan. Gue selalu menunggu waktu yang tepat buat gue mengaku ke dia, dan menurut gue waktu yang tepat adalah setelah kelulusan. Karena gue berusaha untuk mengurangi kadar kagum, suka dengan segala hal tentang dia.

            Gue perhatiin story Instagram dia, dia selalu buat story Instagram tengah malam, pernah juga dia main gitar secara tiba-tiba, gue pengen komen, tapi gajadi. Lalu, beberapa story dia buat di Instagram, dengan segala hal yang dia suka, apapun itu. Gue memberanikan diri buat dm ke dia. Tapi, gue basa-basi dulu.

            Beginilah percakapannya, yang masih gue inget. Dan, mungkin ada beberapa kata yang ditambahin biar nyambung.

“Ini A ya?” kata gue.

“Iya, ini siapa ya?” balas si A.

“Masih inget ga sama saya dulu? Temen se-ekskul bareng sama N, temen kamu itu?” sambung gue.

“Maaf, saya udah lupa” balas dia lagi.

“Oh, oke. Kalau gitu perkenalkan nama gua Rara, pernah se-ekskul bareng sama kamu dulu, ekskul jurnalistik, kelas 10, dan Cuma beberapa hari aja”.

“Saya baru inget sekarang. Terus, ada apa ya?”

“Umm.. jadi gini. Sebenarnya, saya kagum sama kamu dari kelas 10. Udah kok, mau bilang itu aja”.

“Baru kali ini loh, ada yang kagum sama saya selama itu. Terima kasih ya, Ra.”

            Flashback, kenangan gue sama dia itu bisa dibilang kayak MV Lagu Akdong Musician – Give Love. Bedanya, dia ga punya pacar. Gue merhatiin dia dari kejauhan, dia main basket sendiri di lapangan. Kalau dia pulang, gue ikut pulang tapi ga sering. Sesekali aja.

            Skip. Lanjut percakapan gue sama dia di DM Instagram lagi nih ya.

“Sama-sama A”.

“Kamu kok bisa kagum saya saya? Padahal saya biasa-biasa aja loh”. tanya Arya kepada Rara.

“Saya kagum aja. Emang harus ada alasan ya?” tanya Rara ke Arya.

“Ga juga sih. Hmmm.”

“Btw, makasih juga ya karena masa SMA saya jadi ga begitu datar. Hehehe” balas Rara.

“Iya, Ra”

“Saya hanya kagum, dan saya pengen ngutarain aja ke kamu. Kamu yang suka berangkat ke sekolah pake sepeda kan? Pake hoodie biru muda juga?”

“Iya, bener. Kamu ngamatin aja wkwk”

            For Your Information, dia kalau chat bener-bener memperhatikan titik koma, apa karena dia dulunya jurusan bahasa kali ya. Entahlah. Oh iya, kalau tiap chat dm via Instagram sama dia. Biasanya selang beberapa jam, hari. Jarang intens gitu loh. Misal, gue chat dia jam 10 malem. Dia balas di hari esok, pagi hari. Atau gue balas dia di siang hari, dia balas di malam hari. Tapi, malah heart attack guenya.

            Back to 2018. Dia yang selalu gue perhatiin, story Instagramnya, walaupun kami sama-sama sudah lulus sekolah pun. Dan, waktu itu, tentunya, semenjak gue confess that I admire him, gue sama dia ga lebih dari sekadar temen chat tapi ya biasa aja. Sungguh biasa.

            Gue juga nggak ngajak dia pacaran. Karena gue malas aja, terus gue mikir gue kentang. Dan, gue ga mau nanti sakit hati terlalu dalem juga sih. That’s problematic and trauma. I just commented occasionally, because he made a tory in Instagram. If not, there will be no topic of conversation in the chat.

Like :

-          Dia dulu pengen banget kuliah di Institut Seni Indonesia, Jogja. -

“Mau daftar kuliah di ISI Jogja?” kata gue. *karena melihat story dia awalnya

“Iya, Ra. Doain aja ya. Semoga testnya lancar”.

“Oh iya, Aamiin. Mau ngambil jurusan apa, A?”

“DKV”

“Wah, keren”

-          Dia nanya, gue mau lanjut kuliah dimana –

 

“Ra, mau kuliah dimana?”

“Doain aja ya, di Bandung, Ya.”

“Semangat, Ra”

“Makasih, Arya”

           

            Setelah dm bahas jurusan dan mau kuliah dimana dengan dia. Kami ngga chat-an lagi. Ya, mau chatan apa? Bahas apa juga. But, in 2018. Ketika pengumuman SBMPTN keluar, gue nanya ke dia, ke terima atau kaga.

-          DM Instagram -

“A, ikut test SBMPTN ga?”

“Ikut. Kalau Rara?”

“Ikut juga, Terus gimana hasilnya sekarang? Keterima, Ya?”

“Iya, alhamdulillah. Saya keterima. Kamu juga keterima kan?”

“Nggak. Belum takdirnya juga disitu kayaknya”

“Yaudah, jangan patah semangat ya Ra. Semoga nanti dapat PTN yang terbaik. Aamiin.”

“Makasih banyak ya dan selamat buat kamu, Arya”

“Makasih, Ra”

            Gue kagum banget sama dia, dia keterima SBMPTN. Karena menurut gue, orang-orang yang keterima di jalur itu, keliatan banget usahanya tuh. Ya, walaupun tidak menutup kemungkinan sih, semua orang itu keren dengan usaha mereka masing-masing dengan berbagai macam apapun jalur masuk kuliahnya. Baik SNMPTN, SBMPTN, Ujian Mandiri, dan lain-lain.

            Dia keterima kuliah di jurusan yang sama kayak gue sekarang di salah satu universitas di Banten. Almamater merah marun, yang gue suka. Gue ga sebegitu lucky sama kek dia. Gue SNMPTN ga keterima, sama sih kek dia juga. Maybe. Dia belum beruntung buat lanjutin pendidikannya di ISI Jogja. Takdir dia emang kuliah di Banten sama kek gue. Tapi, setelah gue perhatiin dia kayaknya bahagia kok di jurusan yang sama kayak gue.

            Buat di ending, gue sama dia hanya jadi teman di Instagram yang sekadar lihat story doang. HAHAHAHAHAHA. TAMAT J

 

 

 

             

 

 

           

 

 



[1] Praktek Seni Budaya (Akhir dari segala tugas sekolah adalah ujian, namun ujian ini hanya di peruntukkan untuk anak kelas 12 . Syarat kelulusan).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Di Ujung Waktu

Siapa Aku Di Matamu?

Sembunyi